Tuesday 11 June 2013

Menyoal Pertanian Hortikultura di Tegal*


*Dimuat di RADAR TEGAL, edisi Kamis, 28 Februari 2013

Ditulis oleh Kamal Fuadi, kurator Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Tiga Surau Tuwel Bojong Tegal

Kabupaten Tegal adalah wilayah pertanian. Sebanyak 45,84% dari 878,79 km persegi total luas wilayah Tegal adalah lahan sawah. Jumlah penduduk Tegal yang menggantungkan pencaharian dari pertanian berjumlah hampir 33%. Selain itu, perekonomian Tegal mendapat dukungan sebesar 14,12% ADHB atau 16,43% ADHK dengan pertumbuhan di sektor ini mencapai 10,02% ADHB atau 2,46% ADHK (BPS Kabupaten Tegal).  

Kabupaten Tegal pernah dikenal sebagai salah satu daerah swasembada beras dan menjadi lumbung padi Provinsi Jawa Tengah bagian tengah. Selain itu, Kabupaten Tegal pernah juga dikenal sebagai daerah penghasil bawang putih. Namun hasil pertanian bawang putih kemudian menurun drastis karena adanya kebijakan kemudahan impor sehingga bawang impor dengan harga lebih rendah dan performa menarik leluasa masuk ke pasar domestik. Semenjak itu para petani banyak yang tidak lagi menanam bawang putih dan beralih menanam sayur. Tanaman sayur di kemudian hari menjadi salah satu komoditi ekspor yang disoroti pemerintah pusat.

Tanaman sayur yang semula dijadikan petani untuk merotasi dan sekaligus substitusi bawang putih tengah menjadi produk hortikultura dengan hasil yang membanggakan karena menembus pasar ekspor. Bahkan pada 21 Februari 2013, Presiden SBY secara langsung meninjau areal lahan tanaman sayur dan melakukan panen wortel. Presiden juga memberikan bantuan untuk kelompok tani dan meminta agar ekspor sayur ditingkatkan. Peluang ekspor sayur ke negara tetangga masih terbuka lebar. Selain itu, kualitas komoditas sayuran di Jateng termasuk di Kabupaten Tegal, sangat berkualitas.  (Suara Merdeka, 22 Februari 2013).


Petani hortikultura di Kabupaten Tegal termasuk dalam kategori petani miskin sehingga membutuhkan perlindungan. Petani banyak mengeluhkan tentang kebijakan impor yang mencekik. Impor sayuran dengan harga pasaran yang murah cenderung tidak terkendali sehingga menyebabkan harga sayuran lokal tidak mampu bersaing. Persoalan lain yang dihadapi petani adalah kendala infrastruktur jalan, saluran irigasi pertanian, peralatan produksi, serta ketiadaan pasar agropolitan.

Kesejahteraan Petani

Dengan posisi pertanian yang penting maka menjadi keniscayaan jika pemerintah harus memiliki pemahaman dan empati mendalam soal pertanian. Tantangan besar dalam mewujudkan pertanian yang maju adalah mewujudkan kesejahteraan petani yang juga berimbas pada kesejahteraan penduduk lainnya. Dalam era otonomi daerah Kabupaten Tegal harus menggali dan mengembangkan sumber daya dan potensi daerah yang dimiliki guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Tegal. Melihat potensi pertanian Kabupaten Tegal yang besar, maka pemerintah harus menjadikan bidang pertanian sebagai andalan.

Keberhasilan pembangunan sektor pertanian dapat dilihat dari tingkat kesejahteraan petani. Salah satu alat ukur yang dapat dijadikan sebagai indikator adalah Nilai Tukar Petani (NTP). NTP berusaha mengukur kemampuan tukar barang-barang (produk) pertanian yang dihasilkan petani dengan barang atau jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga petani dan keperluan dalam memproduksi barang-barang pertanian. Selain NTP terdapat angka lain tentang pertanian seperti luas panen, produksi, produktivitas, dan laju pertumbuhan yang kita jumpai dalam laporan statistik resmi.

Jika mengacu pada data terakhir yang dirilis BPS Kabupaten Tegal, secara umum NTP Kabupaten Tegal tahun 2011 adalah sebesar 108,64%. Angka ini naik sebesar 3,90% jika dibandingkan dengan NTP tahun 2010 yaitu sebesar 104,56%. NTP tanaman sayur atau hortikultura tahun 2011 tidak lebih baik dari tahun 2010, yaitu meningkat dari 109,99% menjadi 110,97%. Komoditi sayur merupakan komoditi dengan tingkat fluktuasi harga yang sangat tinggi atau instabil (BPS Kabupaten Tegal). Dari angka ini dapat disimpulkan bahwa daya beli petani mengalami peningkatan.

Namun demikian kesejahteraan petani tidak hanya dapat ditunjukkan melalui angka NTP saja atau angka-angka statistik yang lain. Angka-angka itu lebih banyak ditentukan oleh mereka yang sama sekali bukan petani dan tidak hidup di desa. Dalam ruang publik seringkali pejabat kita mengungkapkan pencapaian NTP dalam angka dan diklaim sebagai prestasi karena mencapai lebih dari 100%. Ketika NTP lebih besar dari 100% tidak otomatis berarti petani sejahtera. Angka tersebut bergantung pada tingkat konsumsi rumah tangga petani. Jika petani masih bertahan dalam standar hidup yang sederhana maka NTP tidak ”berbunyi”. Seharusnya angka NTP meningkat karena kesejahteraan taraf hidup petani benar-benar meningkat. Artinya standar hidup dan tingkat konsumsi petani bukan lagi standar hidup dan tingkat konsumsi yang sederhana, namun menjadi standar hidup dan tingkat konsumsi yang sudah naik alias tidak jalan di tempat.

Kebijakan Pemerintah

Belakangan ini pemerintah mulai memperhatikan bawang putih sebagai salah satu tanaman hortikultura. Di tahun 2013 ini, Kementerian Pertanian berencana membagikan 60 ton bibit bawang putih gratis untuk petani di Kabupaten Tegal. Jumlah bantuan ini lebih banyak dari tahun sebelumnya yang hanya 9 ton. Jumlah bantuan tersebut disesuaikan dengan luas areal lahan bawang putih yang pada tahun 2012 hanya 15 hektar dan tahun 2013 ini dikembangkan menjadi 100 hektar. Tegal menjadi salah satu daerah yang dijadikan sentra penanaman bawang putih selain Bandung (Jawa Barat), Lombok, dan Bima (NTB).

Dalam kunjungan kerja dan dialog dengan petani di Desa Tuwel dan Desa Batumirah Kecamatan Bojong pada 21 Februari 2013, Presiden SBY menegaskan bahwa pemerintah tidak melarang produk hortikultura dari luar negeri masuk. Terkait dengan impor akan dilakukan pengaturan tentang kapan produk itu bisa masuk dan bagaimana aspek keamanan pangan. Pemerintah juga mempertimbangkan keterbatasan sejumlah daerah yang tidak bisa memproduksi sayur sendiri sehingga diperlukan impor. Impor diperlukan untuk stabilitas harga di tingkat konsumen. 

Selain itu, Pemerintah Kabupaten Tegal sendiri telah mencanangkan program PERTIWI (Pertanian, Industri, dan Pariwisata). Sektor pertanian mendapat perhatian khusus karena sektor pertanian masih dominan kontribusinya terhadap pembangunan ekonomi di Kabupaten Tegal.

Selain janji pemerintah pusat tentang regulasi ekspor komoditi hortikultura agar komoditi lokal tidak jatuh, pemerintah Kabupaten Tegal perlu menangani masalah pemasaran hasil pertanian, memberikan arahan penanganan pasca panen untuk memberikan nilai tambah hasil pertanian agar petani mampu menghadapi fluktuasi harga, dan memberikan pemahaman kepada petani mengenai analisis hasil usaha agar dapat diketahui keuntungan dan kerugian.

Pemerintah pusat maupun pemerintah Kabupaten Tegal hendaknya tidak hanya mempersoalkan nilai ekspor dan angka-angka statistik seperti NTP. Nilai ekspor, NTP, angka-angka statistik, dan tolok ukur pembangunan pertanian harus dipahami dan diselami sepenuh hati. Jika tidak, sengaja atau tidak sengaja,  disadari atau tidak, pertanian hanya akan dijadikan klaim keberhasilan pembangunan semata. Di balik nilai ekspor, NTP, angka-angka statistik, dan tolok ukur pembangunan pertanian masih banyak petani yang tidak tergabung dalam kelompok tani dan petani buruh yang menjerit karena tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemerintah harus menyingkap kenyataan hakiki pertanian di sawah-sawah dan desa-desa.

No comments:

Post a Comment