*Dimuat di RADAR TEGAL, edisi Kamis, 28 Februari 2013
Ditulis oleh Kamal Fuadi, kurator Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Tiga Surau Tuwel Bojong Tegal
Kabupaten Tegal adalah wilayah pertanian. Sebanyak 45,84% dari 878,79 km
persegi total luas wilayah Tegal adalah lahan sawah. Jumlah
penduduk Tegal yang menggantungkan pencaharian dari pertanian berjumlah hampir
33%. Selain itu, perekonomian Tegal mendapat dukungan sebesar 14,12% ADHB atau
16,43% ADHK dengan pertumbuhan di sektor ini mencapai 10,02% ADHB atau 2,46%
ADHK (BPS Kabupaten Tegal).
Kabupaten Tegal pernah dikenal sebagai salah satu daerah swasembada
beras dan menjadi lumbung padi Provinsi Jawa Tengah bagian tengah. Selain itu,
Kabupaten Tegal pernah juga dikenal sebagai daerah penghasil bawang putih. Namun
hasil pertanian bawang putih kemudian menurun drastis karena adanya kebijakan kemudahan impor sehingga bawang impor dengan harga lebih rendah dan performa menarik leluasa masuk ke pasar domestik. Semenjak itu para petani banyak yang tidak lagi menanam bawang putih dan
beralih menanam sayur. Tanaman sayur di kemudian hari menjadi salah satu
komoditi ekspor yang disoroti pemerintah pusat.
Tanaman sayur yang semula dijadikan petani untuk merotasi dan sekaligus substitusi
bawang putih tengah menjadi produk hortikultura dengan hasil yang membanggakan
karena menembus pasar ekspor. Bahkan pada 21 Februari 2013, Presiden SBY secara
langsung meninjau areal lahan tanaman sayur dan melakukan panen wortel. Presiden
juga memberikan bantuan untuk kelompok tani dan meminta agar ekspor sayur
ditingkatkan. Peluang ekspor sayur ke negara tetangga masih terbuka lebar. Selain
itu, kualitas komoditas sayuran di Jateng termasuk di Kabupaten Tegal, sangat
berkualitas. (Suara Merdeka, 22 Februari 2013).
Petani
hortikultura di Kabupaten Tegal termasuk
dalam kategori petani miskin sehingga membutuhkan perlindungan. Petani banyak mengeluhkan tentang kebijakan impor yang mencekik. Impor
sayuran dengan harga pasaran yang murah cenderung tidak terkendali sehingga
menyebabkan harga sayuran lokal tidak mampu bersaing. Persoalan
lain yang dihadapi petani adalah kendala
infrastruktur jalan, saluran irigasi pertanian, peralatan produksi, serta
ketiadaan pasar agropolitan.
Kesejahteraan Petani
Dengan posisi pertanian yang penting maka menjadi keniscayaan
jika pemerintah harus memiliki pemahaman dan empati mendalam soal pertanian. Tantangan besar dalam mewujudkan pertanian yang maju adalah mewujudkan
kesejahteraan petani yang juga berimbas pada kesejahteraan penduduk lainnya.
Dalam era otonomi daerah Kabupaten Tegal harus menggali dan mengembangkan
sumber daya dan potensi daerah yang dimiliki guna meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Tegal. Melihat potensi pertanian Kabupaten Tegal yang besar, maka
pemerintah harus menjadikan bidang pertanian sebagai andalan.
Keberhasilan pembangunan sektor pertanian dapat dilihat dari tingkat
kesejahteraan petani. Salah satu alat ukur yang dapat dijadikan sebagai
indikator adalah Nilai Tukar Petani (NTP). NTP berusaha mengukur
kemampuan tukar barang-barang (produk) pertanian yang dihasilkan petani dengan
barang atau jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga
petani dan keperluan dalam memproduksi barang-barang pertanian. Selain NTP terdapat angka lain tentang pertanian seperti luas panen,
produksi, produktivitas, dan laju pertumbuhan yang kita jumpai dalam laporan
statistik resmi.
Jika mengacu pada data terakhir yang dirilis BPS Kabupaten Tegal, secara
umum NTP Kabupaten Tegal tahun 2011 adalah sebesar 108,64%. Angka ini naik
sebesar 3,90% jika dibandingkan dengan NTP tahun 2010 yaitu sebesar 104,56%. NTP
tanaman sayur atau hortikultura tahun 2011 tidak lebih baik dari tahun 2010,
yaitu meningkat dari 109,99% menjadi 110,97%. Komoditi sayur merupakan komoditi
dengan tingkat fluktuasi harga yang sangat tinggi atau instabil (BPS Kabupaten
Tegal). Dari angka ini dapat disimpulkan bahwa daya beli petani mengalami
peningkatan.
Namun demikian kesejahteraan petani tidak hanya dapat ditunjukkan
melalui angka NTP saja atau angka-angka statistik yang lain. Angka-angka itu lebih banyak
ditentukan oleh mereka yang sama sekali bukan petani dan tidak hidup di desa. Dalam ruang publik seringkali pejabat kita mengungkapkan pencapaian NTP
dalam angka dan diklaim sebagai prestasi karena mencapai lebih dari 100%. Ketika NTP
lebih besar dari 100% tidak otomatis berarti petani sejahtera. Angka tersebut bergantung pada tingkat konsumsi
rumah tangga petani. Jika petani masih bertahan dalam standar hidup
yang sederhana maka NTP tidak ”berbunyi”. Seharusnya
angka NTP meningkat karena kesejahteraan taraf hidup petani benar-benar
meningkat. Artinya standar hidup dan tingkat konsumsi petani bukan lagi standar
hidup dan tingkat konsumsi yang sederhana, namun menjadi standar hidup dan
tingkat konsumsi yang sudah naik alias tidak jalan di tempat.
Kebijakan Pemerintah
Belakangan ini pemerintah mulai memperhatikan bawang putih sebagai salah
satu tanaman hortikultura. Di tahun 2013 ini, Kementerian Pertanian berencana
membagikan 60 ton bibit bawang putih gratis untuk petani di Kabupaten Tegal.
Jumlah bantuan ini lebih banyak dari tahun sebelumnya yang hanya 9 ton. Jumlah
bantuan tersebut disesuaikan dengan luas areal lahan bawang putih yang pada
tahun 2012 hanya 15 hektar dan tahun 2013 ini dikembangkan menjadi 100 hektar. Tegal menjadi salah satu daerah yang dijadikan sentra penanaman bawang putih selain Bandung (Jawa Barat), Lombok, dan Bima (NTB).
Dalam kunjungan kerja dan dialog dengan
petani di Desa Tuwel dan Desa Batumirah Kecamatan Bojong pada 21 Februari 2013,
Presiden SBY menegaskan bahwa pemerintah tidak melarang produk hortikultura
dari luar negeri masuk. Terkait dengan impor
akan dilakukan
pengaturan tentang kapan produk itu bisa masuk dan bagaimana aspek keamanan
pangan. Pemerintah juga mempertimbangkan keterbatasan
sejumlah daerah yang tidak bisa memproduksi sayur sendiri sehingga diperlukan
impor. Impor diperlukan untuk stabilitas harga di tingkat konsumen.
Selain itu, Pemerintah Kabupaten Tegal sendiri telah mencanangkan
program PERTIWI (Pertanian, Industri, dan Pariwisata). Sektor pertanian
mendapat perhatian khusus karena sektor pertanian masih dominan kontribusinya
terhadap pembangunan ekonomi di Kabupaten Tegal.
Selain janji pemerintah pusat tentang regulasi ekspor komoditi
hortikultura agar komoditi lokal tidak jatuh, pemerintah Kabupaten Tegal perlu
menangani masalah pemasaran hasil pertanian, memberikan arahan penanganan pasca
panen untuk memberikan nilai tambah hasil pertanian agar petani mampu
menghadapi fluktuasi harga, dan memberikan pemahaman kepada petani mengenai
analisis hasil usaha agar dapat diketahui keuntungan dan kerugian.
Pemerintah pusat maupun pemerintah Kabupaten Tegal hendaknya tidak hanya
mempersoalkan nilai ekspor dan angka-angka statistik seperti NTP. Nilai ekspor,
NTP, angka-angka
statistik, dan tolok ukur pembangunan pertanian harus dipahami dan diselami sepenuh hati. Jika tidak, sengaja atau tidak
sengaja, disadari atau tidak, pertanian hanya akan dijadikan klaim keberhasilan pembangunan semata.
Di balik nilai ekspor, NTP, angka-angka statistik, dan tolok ukur pembangunan
pertanian masih banyak petani yang tidak tergabung dalam kelompok tani dan
petani buruh yang menjerit karena tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pemerintah harus menyingkap kenyataan hakiki pertanian di sawah-sawah dan
desa-desa.
No comments:
Post a Comment